Tugas Jaksa Dalam Penyidikan
Berdasarkan pasal 284 ayat(2) KUHAP, jaksa masih berhak melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu yang mempunyai acara pidana khusus. Pasal 284 ayat(2) KUHAP yang menentukan setelah dua tahun KUHAP diundangkan, diberlakukan terhadap semua perkara dengan cacatan untuk sementara terhadap tindak pidana khusus diberlakukan ketentuan khusus acara pidananya sampai ada perubahan.
Ketentuan khusus acara pidana sebagaimana dimaksud pada undang-undang tertentu antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Didalam PP KUHAP(halaman 115) dimuat beberapa peraturan perundang-undangan yang memuat acara pidana khsusus:
1. Territoriale Zeen en Maritieme Kringen Ordonantie(Stattsblad 1939 Nomor 442) sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan stattsblad 1949 Nomor 112 dan Undang-Undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960(LN. 1960 Nomor 641)
2. Undang-Undang Nomor 5 Pnps 1959(LN. 1959 Nomor 80) tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa Tentara Agung dan Memperberat Ancaman Hukuman Terhadap Tindak Pidana Tertentu;
3. Undang-Undang Nomor 11 Pnps 1963(LN. 1063 Nomor 101) tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi;
4. Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967(LN. 1967 Nomor 34) tentang Pokok-Pokok Perbankan;
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970(LN. 1970 Nomor 73) tentang Tindakan Kepolisian Terhadap Anggota-Anggota/Pimpinan Mjelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971(LN. 1971 Nomor 19) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
7. Undang-Undang Tahun 1973(LN. 1973 Nomor 39) tentang Bdan Pemeriksa Keuangan;
8. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976(LN. 1976 Nomor 37) tentang Narkotika.
Penyimpangan- penyimpangan hukum acara pidana(PP-KUHAP, halaman 73-74) nampak dari beberapa peraturan seperti antara lain:
a. dengan izin Presiden Jaksa Agung berwenang melaksanakan tindakan kepolisian(melakukan penangkapan, penahanan, penggeladahan, pemeriksaan, dan sebagainya) terhadap anggota atau pimpinan DPR, MPR(Pasal 1 dan seterusnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970);
b. Jaksa Agung dapat melakukan/memerintahkan penahanan sementara untuk selama-lamanya satu tahun tanpa campur tangan hakim terhadap barang siapa disangka melakukan tindak pidana subversi, ekonomi, korupsi, dan keamanan negara(Pasal Undang-Undang Nomor 11 Pnps 1963 dan Undang-Undang Nomor 5 Pnps Tahun 1959);
c. Jaksa Agung memimpin serta mengkoordinasikan pemberantasan tindak pidana subversi dan korupsi(Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Pnps Tahun 1963 dan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1970Jo Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Pnps Tahun 1959);
d. adanya wewenang Jaksa Agung untuk mengenakan "schikking" menurut ketentuan Pasal 29 Ordonansi Bea dan Cukai(S. 1882 Nomor 240) sebagaimana telah ditambah dan diubah sehubungan telah dimasukkannya ordonansi tersebut kedalam Undang-UndangNomor 7 Drt. Tahun 1959);
e. jaksa mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan tata tertib sementara terhadap tersangka tindak pidana ekonomi(Pasal 27 Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1959);
f. jaksa berwenang untuk menerobos ketentuan mengenai rahasia bank dengan diperbolehkan meminta keterangan-keterangan yang diperlukannya kepada pejabat bank dengan izin menteri keuangan atas permintaan Jaksa Agung(Pasal 12 ayat(2) Undang-Undang Nomor 11 Pnps Thaun 1963 dan Pasal 22 ayat(1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Jo pasal 37 ayat(2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967).
Adanya penyimpangan-penyimpangan(eksepsional) sudah pasti tidak akan melampaui batas kewenangan yang diperbolehkan dalam suatu negara hukum sebagaimana hanya dilaksanakan hingga sekarang. Tindakan tadi dilakukan dengan memperhatikan asas-asas yang tercantum dalam KUHAP, misalnya:
a). Jika masa penahanan sementara selama satu tahun yang dilakukan oleh atau atas perintah Jaksa Agung menurut ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor 11/Pnps/1963 telah habis, maka perpanjangannya apabila diperlukan harus dilakukan menurut ketentuan Pasal 25 ayat(2) dan/atau Pasal 29 ayat(2) KUHAP.
b). Tindakan kepolisian yang dilaksanakan Jaksa Agung terhadap anggota atau pimpinan DPR/MPR maka yang disangka melakukan sesuatu tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh pasal 1 dan seterusnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970 harus diselenggarakan dengan berpegang teguh antara lain kepada ketentuan-ketentaun termaksud dalam BAB IV, VII, dan sebagainya dalam KUHAP.
Berdasarkan pasal 284 ayat(2) KUHAP, jaksa masih berhak melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu yang mempunyai acara pidana khusus. Pasal 284 ayat(2) KUHAP yang menentukan setelah dua tahun KUHAP diundangkan, diberlakukan terhadap semua perkara dengan cacatan untuk sementara terhadap tindak pidana khusus diberlakukan ketentuan khusus acara pidananya sampai ada perubahan.
Ketentuan khusus acara pidana sebagaimana dimaksud pada undang-undang tertentu antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Didalam PP KUHAP(halaman 115) dimuat beberapa peraturan perundang-undangan yang memuat acara pidana khsusus:
1. Territoriale Zeen en Maritieme Kringen Ordonantie(Stattsblad 1939 Nomor 442) sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan stattsblad 1949 Nomor 112 dan Undang-Undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960(LN. 1960 Nomor 641)
2. Undang-Undang Nomor 5 Pnps 1959(LN. 1959 Nomor 80) tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa Tentara Agung dan Memperberat Ancaman Hukuman Terhadap Tindak Pidana Tertentu;
3. Undang-Undang Nomor 11 Pnps 1963(LN. 1063 Nomor 101) tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi;
4. Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967(LN. 1967 Nomor 34) tentang Pokok-Pokok Perbankan;
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970(LN. 1970 Nomor 73) tentang Tindakan Kepolisian Terhadap Anggota-Anggota/Pimpinan Mjelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971(LN. 1971 Nomor 19) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
7. Undang-Undang Tahun 1973(LN. 1973 Nomor 39) tentang Bdan Pemeriksa Keuangan;
8. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976(LN. 1976 Nomor 37) tentang Narkotika.
Penyimpangan- penyimpangan hukum acara pidana(PP-KUHAP, halaman 73-74) nampak dari beberapa peraturan seperti antara lain:
a. dengan izin Presiden Jaksa Agung berwenang melaksanakan tindakan kepolisian(melakukan penangkapan, penahanan, penggeladahan, pemeriksaan, dan sebagainya) terhadap anggota atau pimpinan DPR, MPR(Pasal 1 dan seterusnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970);
b. Jaksa Agung dapat melakukan/memerintahkan penahanan sementara untuk selama-lamanya satu tahun tanpa campur tangan hakim terhadap barang siapa disangka melakukan tindak pidana subversi, ekonomi, korupsi, dan keamanan negara(Pasal Undang-Undang Nomor 11 Pnps 1963 dan Undang-Undang Nomor 5 Pnps Tahun 1959);
c. Jaksa Agung memimpin serta mengkoordinasikan pemberantasan tindak pidana subversi dan korupsi(Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Pnps Tahun 1963 dan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1970Jo Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Pnps Tahun 1959);
d. adanya wewenang Jaksa Agung untuk mengenakan "schikking" menurut ketentuan Pasal 29 Ordonansi Bea dan Cukai(S. 1882 Nomor 240) sebagaimana telah ditambah dan diubah sehubungan telah dimasukkannya ordonansi tersebut kedalam Undang-UndangNomor 7 Drt. Tahun 1959);
e. jaksa mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan tata tertib sementara terhadap tersangka tindak pidana ekonomi(Pasal 27 Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1959);
f. jaksa berwenang untuk menerobos ketentuan mengenai rahasia bank dengan diperbolehkan meminta keterangan-keterangan yang diperlukannya kepada pejabat bank dengan izin menteri keuangan atas permintaan Jaksa Agung(Pasal 12 ayat(2) Undang-Undang Nomor 11 Pnps Thaun 1963 dan Pasal 22 ayat(1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Jo pasal 37 ayat(2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967).
Adanya penyimpangan-penyimpangan(eksepsional) sudah pasti tidak akan melampaui batas kewenangan yang diperbolehkan dalam suatu negara hukum sebagaimana hanya dilaksanakan hingga sekarang. Tindakan tadi dilakukan dengan memperhatikan asas-asas yang tercantum dalam KUHAP, misalnya:
a). Jika masa penahanan sementara selama satu tahun yang dilakukan oleh atau atas perintah Jaksa Agung menurut ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor 11/Pnps/1963 telah habis, maka perpanjangannya apabila diperlukan harus dilakukan menurut ketentuan Pasal 25 ayat(2) dan/atau Pasal 29 ayat(2) KUHAP.
b). Tindakan kepolisian yang dilaksanakan Jaksa Agung terhadap anggota atau pimpinan DPR/MPR maka yang disangka melakukan sesuatu tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh pasal 1 dan seterusnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970 harus diselenggarakan dengan berpegang teguh antara lain kepada ketentuan-ketentaun termaksud dalam BAB IV, VII, dan sebagainya dalam KUHAP.
Komentar
Posting Komentar