Langsung ke konten utama

Dasar Hukum & Pengertian Putusnya Perkawinan

PUTUSNYA PERKAWINAN

Dasar Hukum & Pengertian Putusnya Perkawinan


Putusnya perkawinan diatur dalam:



  • Pasal 38 sampai dengan 41 UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
  • Pasal 14 sampai dengan pasal 36 PP nomor 9 tahun 1975, pasal 199 KUHP
  • Pasal 113 sampai dengan pasal 128 Inpres nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Yang dimaksud dengan putusnya perkawinan adalah berakhirnya perkawinan yang telah dibina oleh pasangan suami-istri, yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan.

Macam Putusnya Perkawinan

 Putusnya atau bubarnya perkawinan dibedakan menjadi 4 macam:



  1. kematian salah satu pihak;
  2. tidak hadirnya suami-istri selama 10 tahun dan diikuti perkawinan baru;
  3. adanya putusan hakim;
  4. perceraian ( pasal 199 KUHP).
 Putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena dua hal:
a. talak;
b. berdasarkan gugatan perceraian.

Talak adalah ikrar suami dihadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Gugatan perceraian adalah perceraian yang disebabkan adanya gugatan lebih dahulu oleh salah satu pihak, khususnya istri kepengadilan.

Talak dibagi menjadi lima macam:


  • talak raj'i adalah talak satu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah;
  • talak bain shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah;
  • talak bain kubraa adalah talak yang terjadi untuk kedua kalinya, talak ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan lagi, kecuali pernikahan itu dilakukan setelah mantan istri menikah lagi dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba'da al dukhul dan habis masa iddahnya;
  • talak suny adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci itu;
  • talak bid'i adalah talak yang dilarang, talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut ( pasal 118 sampai dengan pasal 122 Inpres nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam)


Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan adalah berakhirnya perkawinan yang didasarkan atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Alasan-alasan yang diajukan suami atau sitri untuk menjatuhkan gugatan perceraian kepengadilan sebagai berikut:


  • salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  • salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
  • salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung.
  • salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
  • salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak menjalankan kewajibannya sebagai suami-istri.
  • antara suami-istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  • suami melanggar ta'lik talak.
  • peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Apabila salah satu dari alasan tersebut terpenuhi , maka dianggap cukup oleh hakim atau pengadilan untuk mengabulkan permohonan talak atau gugatan cerai.

Prosedur perceraian

Pasal 14 sampai dengan pasal 19 PP nomor 9 tahun 1975 mengatur prosedur perceraian, yang dijatuhkan oleh suami terhadap istri :


  • suami yang akan menjatuhkan talak pada istri mengajukan permohonan baik lisan maupun tulisan kepengadilan yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang.
  • pengadilan mempelajari permohonan dan memanggil para pihak.
  • mengadakan sidang untuk menyaksikan ikrar talak.
  • pengadilan mengesahkan perceraian tersebut.
  • pengadilan mengeluarkan keterangan perceraian rangkap.
  • perceraian dihitung terjadi sejak perceraian dinyatakan didepan persidangan pengadilan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JENIS PENYERAHAN BERKAS PERKARA

Penyerahan berkas perkara oleh penyidik kepada penuntut umum diatur dalam pasal 8 ayat (2) KUHAP, sedangkan dalam ayat (3) menetukan bahwa penyerahan pada tahap-tahap berikut: a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara; b. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Dalam pasal 55 ayat(1) dan pasal 83e mengharuskan penyerahan berkas perkara beserta barang bukti kepada jaksa. Adapun pertimbangan yang diambil dalam hal ini antara lain: karena penyidikan hanya dipertanggung-jawabkan kepada penyidik, maka penuntut umum berpendapat hasil penyidikan itu belum lengkap, segera mengembalikannya kepada penyidik dengan disertai petunjuk-petunjuknya dan dilengkapi oleh penyidik. Sedangkan tersangka dan barangn bukti tetap ditempat semula dimana ditahan. penyerahan tahap kedua hanya penyerahan tanggung-jawab tersangka dan barang bukti. mencegah keluarga yang akan mengunjungi...

PEMBERKASAN PERKARA

Dalam menjalankan tugas penyidikan, penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang demikian ditentukan dalam pasal 8 ayat (1) KUHAP. Pasal 75 KUHAP berbunyi: 1. Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:          a. pemeriksaan tersangka;      b. penagkapan;      c. penahanan;      d. penggeledahan;      e. pemasukan rumah;      f. penyitaan benda;     g. pemeriksaan surat;     h. pemeriksaan saksi;      i. pemeriksaan ditempat kejadian;      j. pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;     k. pelaksanaan tindakan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. 2. Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada ayat 1 dan dibuat atas kekuatan sumpah ja...

JENIS-JENIS SURAT DAKWAAN

Berbicara mengenai penerapan pasal pada tindak pidana, hal ini berkaitan erat dengan tahap penuntutan. Tahap penuntutan sendiri dalam hukum acara pidana diatur secara rinci dalam Bab XV KUHAP. Pasal 1,4, dan pasal 3 KUHAP, menyatakan secara jelas bahwa untuk mengadili suatu perkara; Penuntut Umum wajib mengajukan permintaan disertai dengan suatu surat dakwaan. Pentingnya peranan Surat Dakwaan dalam pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan, Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Surat Edaran tersebut ditujukan agar dapat menyeragamkan  para Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan.  Bentuk-bentuk surat dakwaan antara lain: Dakwaan Tunggal Dalam surat dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya; Dakwaan Alternatif Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun sec...