Langsung ke konten utama

Perlindungan HAM




Reformasi Hukum dan Perlindungan HAM dalam konteks peraturan perundang-undangan di Indonesia

Reformasi merupakan salah satu mata rantai sejarah perkembangan hukum di Indonesia, bahkan dapat dikemukakan reformasi hukum yang sedang dilaksanakan merupakan perkembangan ketiga setelah kolonialisasi hukum terhadap hukum adat pada masa penjajahan kolonial belanda yang dilanjutkan oleh proses transisi hukum dan transformasi hukum yang terjadi sejak awal kemerdekaan Indonesia sampai dengan berakhirnya orde baru.
Perkembangan era reformasi dibidang hukum bersumber kepada ketetapan MPRRI  tahun 1998. Ada tiga ketepapan MPR-RI  yang menjadi sumber hukum, antara lain:

  • Ketetapan MPR-RI  nomor  X/MPR/1998 tentang pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara
  • Ketetapan MPR-RI NO. XI/MPR/1998tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas KKN.
  • Ketetapan MRP-RI NO. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Tap MPR-RI nomor X/1998  memuat perintah pembuatan Undang-Undang atau revisi peraturan perundang-undangn yaitu:
  1. Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman republik Indonesia
  2. Undang-undang keselamatan nasional sebagai pengganti undang-undang subversi
  3. Undang-undang nomor 5 tahun 1991 tentang ketentuan kejaksaan republik Indonesia
  4. Undang-undang nomor 28 tahun 1995 tentang kepolisian negara republik Indonesia.
Tap MPR-RI nomor XVII/1998 memuat perintah pembuatan undang-undang tentang hak asasi manusia dan undang-undang tentang KOMNAS HAM. 

Penataan kembali materi hukum ditujukan terhadap seluruh produk hukum kolonial dan peraturan perundang-undangan nasional yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat nasional dan perlindungan HAM. Faham lama yang mengemukakan bahwa" law making procces"  hanya berkaitan  dengan proses pembuatan hukum karena law making procces juga merupan social and political procces

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JENIS PENYERAHAN BERKAS PERKARA

Penyerahan berkas perkara oleh penyidik kepada penuntut umum diatur dalam pasal 8 ayat (2) KUHAP, sedangkan dalam ayat (3) menetukan bahwa penyerahan pada tahap-tahap berikut: a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara; b. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Dalam pasal 55 ayat(1) dan pasal 83e mengharuskan penyerahan berkas perkara beserta barang bukti kepada jaksa. Adapun pertimbangan yang diambil dalam hal ini antara lain: karena penyidikan hanya dipertanggung-jawabkan kepada penyidik, maka penuntut umum berpendapat hasil penyidikan itu belum lengkap, segera mengembalikannya kepada penyidik dengan disertai petunjuk-petunjuknya dan dilengkapi oleh penyidik. Sedangkan tersangka dan barangn bukti tetap ditempat semula dimana ditahan. penyerahan tahap kedua hanya penyerahan tanggung-jawab tersangka dan barang bukti. mencegah keluarga yang akan mengunjungi...

PEMBERKASAN PERKARA

Dalam menjalankan tugas penyidikan, penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang demikian ditentukan dalam pasal 8 ayat (1) KUHAP. Pasal 75 KUHAP berbunyi: 1. Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:          a. pemeriksaan tersangka;      b. penagkapan;      c. penahanan;      d. penggeledahan;      e. pemasukan rumah;      f. penyitaan benda;     g. pemeriksaan surat;     h. pemeriksaan saksi;      i. pemeriksaan ditempat kejadian;      j. pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;     k. pelaksanaan tindakan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. 2. Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada ayat 1 dan dibuat atas kekuatan sumpah ja...

JENIS-JENIS SURAT DAKWAAN

Berbicara mengenai penerapan pasal pada tindak pidana, hal ini berkaitan erat dengan tahap penuntutan. Tahap penuntutan sendiri dalam hukum acara pidana diatur secara rinci dalam Bab XV KUHAP. Pasal 1,4, dan pasal 3 KUHAP, menyatakan secara jelas bahwa untuk mengadili suatu perkara; Penuntut Umum wajib mengajukan permintaan disertai dengan suatu surat dakwaan. Pentingnya peranan Surat Dakwaan dalam pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan, Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Surat Edaran tersebut ditujukan agar dapat menyeragamkan  para Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan.  Bentuk-bentuk surat dakwaan antara lain: Dakwaan Tunggal Dalam surat dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya; Dakwaan Alternatif Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun sec...